Text
Kontroversi Gereja di Jakarta
Praktik pluralisme yang sehat menyaratkan tersedianya
ruang bagi setiap pemeluk agama untuk beribadah dan
mendirikan tempat ibadah. Sebagai sebuah hal yang hakiki,
sudah selayaknya negara melindungi hak tersebut. Namun
kenyataannya, terlepas dari ideal normatif tersebut, masih
jamak ditemui polemik-polemik terkait pendirian rumah
ibadah. Dalam beberapa tahun terakhir, tercatat beberapa
rumah ibadah dipermasalahkan pendiriannya. Di sisi lain,
beberapa rumah ibadah justru berhasil mengatasi polemik
pendiriannya dengan berbagai strategi.
Sebagai sebuah analisis awal, penelitian ini bertujuan
melihat faktor-faktor yang berperan baik dalam menginisiasi
maupun menyelesaikan konflik terkait rumah ibadah. Secara
khusus, pengertian rumah ibadah dalam studi ini akan
dibatasi pada gereja Katolik dan gereja Kristen anggota PGI.
Metode yang digunakan adalah observasi dan wawancara
mendalam pada kasus-kasus gereja yang mewakili empat
kategori: (1) gereja tidak bermasalah; (2) gereja yang bermasalah
tapi kemudian selesai; (3) gereja tidak bermasalah
tapi kemudian dipermasalahkan; dan (4) gereja yang dari awal
belum berhasil menyelesaikan masalahnya.
Berdasarkan 13 kasus yang berhasil dikumpulkan,
persoalan gereja mengonfirmasi peran penting regulasi negara
dan regulasi sosial. Terlihat dari kasus-kasus itu bahwa gereja
yang mengalami hambatan umumnya terkait dengan ketidaktegasan
aparat pemerintah, baik karena alasan politis, sosial,
maupun ideologis. Dari segi regulasi sosial, faktor demografis
tidak terlihat memiliki pengaruh. Resistensi terhadap gereja
lebih banyak disebabkan kurangnya komunikasi, provokasi,
maupun intimidasi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok
tertentu. Setelah kasus-kasus tersebut dijabarkan dan dianalisis,
monograf ini ditutup dengan kesimpulan dan
rekomendasi.
Tidak tersedia versi lain